Kamis, 31 Januari 2013

Menghitung Fair Value SSIA Surya Semesta Internusa Tbk.


Realisasi laba bersih SSIA (Surya Semesta Internusa Tbk.) tahun 2012 melampaui target sebesar 177,8% dibandingkan target. Terkait hal tersebut, dalam artikel ini kita coba memperkirakan fair value SSIA dan berapakah besar potensi margin of safety yang memungkinkan untuk dicapai.

Berikut data finansial SSIA mengacu laporan keuangan triwulan ke-3 2012.
Indikator SSIA Surya Semesta Internusa (sumber ft.com, diolah)

Harga saham SSIA penutupan 30 Januari 2012 sebesar Rp.1.370,-. Dalam menghitung fair value, dipergunakan asumsi berikut :

  1. Asumsi required return (tingkat bagi hasil dihitung berdasarkan risk country dan suku bunga deposito) Indonesia akhir tahun 2012 yaitu sebesar 18,63%.
  2. DPR (Dividen Payment Ratio) SSIA yang dibagikan tahun 2012 lalu sebesar 12%.
  3. EPS (Earning Per-Share) growth sebesar 15%. Nilai ini diperoleh dari treshold average growth  EPS SSIA selama 5 tahun sebesar  51%.
  4. Average growth P/E (Price Earning Ratio) SSIA 5 tahun sebesar 16,4% sehingga secara konservatif P/E growth sebesar 12%.
  5. Dengan asumsi diatas diperoleh DPR akhir tahun 2016 sebesar 122 rupiah dengan asumsi DPR 12%. 
Berdasarkan asumsi diatas diperoleh hasil perhitungan harga wajar sebagai berikut

Fair Value SSIA Surya Semesta Internusa 

Dengan harga Rp.1.370,- estimasi P/E SSIA berada pada 8,78 kali. Mengacu nilai P/E, valuasi SSIA masih relatif murah apabila dibandingkan dengan P/E perusahaan dalam sub sektor konstruksi yang mencapai 18 sampai dengan 20 kali. Sesuai pencapaian realisasi laba bersih SSIA tahun 2013 yang diatas estimasi, harga saham emiten ini berpeluang besar untuk naik, terlebih lagi prospek jangka panjang terutama berkaitan dengan pembukaan pelabuhan Cilamaya Karawang, selesainya proyek jalan tol dan konstruksi yang lain serta pembangunan hotel budget.

Disclaimer on.

Rabu, 30 Januari 2013

Rekor Pencapaian Laba SSIA Surya Semesta Internusa Tbk. Tahun 2012

Pada keterbukaan informasi tanggal 14 Januari 2013, SSIA (Surya Semesta Internusa Tbk.) melaporkan pencapaian laba bersih tahun 2012 lebih dari Rp.700 miliar melebihi pencapaian tahun 2011 sebesar Rp.252 miliar atau tumbuh sebesar 177,8%. Pencapaian ini melampaui target sebesar Rp.650 miliar. Peningkatan laba bersih didukung oleh kenaikan laba anak perusahaan yaitu PT.Surya Cipta Swadaya (SCS, pengelola kawasan industri Suryacipta City of Industry seluas 1.400 hektar di Karawang, Jawa Barat) yang membukukan penjualan lahan industri seluas 123 hektar senilai Rp.1,1 triliun. Kontribusi revenue anak perusahaan lain diperoleh dari PT.TCP Internusa. Selain itu, anak perusahaan jasa konstruksi yaitu PT.Nusa Raya Cipta (NRC). Estimasi contract on hand akhir tahun 2012 sebesar Rp.2 triliun. Dibidang perhotelan, anak perusahaan PT.Suryalaya Anindita International (pemilik hotel Gran Melia) memproyeksikan pendapatan recurent yang stabil.

Rekor Pencapaian Laba SSIA Surya Semesta Internusa 2012

Dilaporkan beberapa kejadian penting SSIA tahun 2012 diantaranya :
  1. SCS menambah lahan industri baru di Karawang dan Bekasi. Penambahan lahan di Bekasi sampai dengan akhir tahun 2012 seluas 180 hektar dari total 300 hektar.
  2. SCS mengembangkan model bisnis baru yang direncanakan komersial pada 2013 yaitu komplek komersial (Suryacipta Square), persewaan pergudangan (warehouse) dan bangunan pabrik standar (Standar Factory Building).
  3. SSIA melakukan investasi pada proyek infrastruktur secara tidak langsung pada LMS (PT.Lintas Marga Sedayu) sebesar 20,5% atau senilai US$ 12 juta.. LMS merupakan pemegang hak pengusahaan jalan tol ruas Cikampek-Palimanan.
  4. Joint operation antara NRC dengan kontraktor utama kontruksi jalan tol Cikampek-Palimanan dengan total kontrak sebesar Rp.7,7 triliun. Jangka waktu proyek selama 30 bulan yang dimulai pada awal 2013.
  5. NRC mendapatkan rekor kontrak baru selama 2012 untuk sektor high-rise building yang tercatat lebih dari Rp.2,5 triliun.
  6. Penambahan penyertaan modal di SAI di Oktober menjadi sebesar 86,79%. 
  7. Renovasi Gran Melia Jakarta rampung pada Oktober 2012 sehingga siap menampung segmen pasar yang lebih tinggi.
  8. Rencana pengembangan budget hotel telah menyelesaikan akuisisi lahan di 4 lokasi : Palembang, Karawang, Pekanbaru dan Jakarta. Akusisi lahan baru dalam tahap akuisisi di 3 lokasi : Bekasi, Yogyakarta dan Makasar. Target komersial budget hotel tahun 2013 sebanyak 5 hotel di 5 kota.
Target Tahun 2013
SSIA mentargetkan pertumbuhan pertumbuhan pendapatan usaha konsolidasi sebesar 30% atau senilai Rp.4,3 triliun dengan target laba bersih senilai Rp.850 miliar atau dengan growth sebesar 21,4% dari estimasi realisasi laba bersih tahun 2012.

Sabtu, 26 Januari 2013

Menghitung Fair Value TOTL Total Bangun Persada Tbk.

Sebagaimana dijelaskan dalam artikel sebelumnya, TOTL memiliki prospek cerah sejalan dengan perkembangan perekonomian Indonesia. Pada artikel ini, kita coba mengeksplorasi indikator finansial TOTL untuk memperkirakan fair value TOTL sehingga diperoleh potensi margin of safety yang berpotensi untuk dicapai.

Berikut data finansial TOTL mengacu pada laporan keuangan triwulan ke-3 2012.

Fair Value TOTL Total Bangun Persada (sumber ft.com, diolah)

Harga saham TOTL pada penutupan 25 Januari 2012 sebesar Rp.1.020,- yang dalam setahun telah naik sebesar 175,68%. Untuk menghitung fair value, berikut asumsi yang dipergunakan :
  1. Asumsi required return (tingkat bagi hasil dihitung berdasarkan risk country dan suku bunga deposito) Indonesia akhir tahun 2012 yaitu sebesar 18,63%. 
  2. DPR (Dividen Payment Ratio) TOTL yang dibagikan tahun 2012 lalu sebesar 119%. Prosentase ini cukup besar dan menguntungkan investor. Namun apakah besaran DPR ini mampu dipertahankan oleh TOTL ditahun berikutnya? Secara konservatif, estimasi DPR di masa mendatang diestimasik hanya sebesar 100% dari EPS.
  3. EPS (Earning Per-Share) growth sebesar 15%. Nilai ini diperoleh dari treshold average growth  EPS TOTL selama 5 tahun sebesar  17%. Berdasarkan keterangan corporate TOTL, proyeksi laba bersih tahun 2013 sebesar Rp.210 miliar atau meningkat 17% dari proyeksi laba bersih TOTL tahun 2012. Mengacu pada angka ini, estimasi laba bersih TOTL tahun 2013 masih sesuai dengan "jalur yang sesuai" yaitu 17%.
  4. Average growth P/E (Price Earning Ratio) TOTL 5 tahun sebesar 13,5% sehingga secara konservatif P/E growth sebesar 12%. 
Dengan asumsi diatas diperoleh DPR akhir tahun 2016 sebesar 355 rupiah (asumsi DPR 100%). Perhitungan harga wajar sebagaimana tabel berikut.

Estimasi Harga Wajar Saham TOTL 2012 2013 2014 2015 2016
Harga saham TOTL saat ini sudah relatif tinggi dengan PER 18,6 kali. Namun demikian apabila kinerja TOTL di masa mendatang lebih dari proyeksi diatas, sangat mungkin valuasi harga TOTL melebihi perhitungan diatas. Dengan growth sesuai asumsi diatas, potensi harga TOTL di tahun 2016 sebesar Rp.1230,- atau apabila dibandingkan dengan harga saat ini berpotensi meraih margin sebesar 17%.

Disclaimer on.

Jumat, 25 Januari 2013

Memahami Strategi MASA Multistrada Arah Sarana Tbk.


"On the Road to be a Leader and Trend Setter" adalah slogan yang hendak diwujudkan oleh Multistrada Arah Sarana Tbk., salah satu produsen ban kendaraan dengan kode MASA. Perusahaan ini memproduksi ban luar kendaraan bermotor roda empat dan roda dua dengan merek Achilles, Corsa & Strada serta offtake yang dipasarkan untuk konsumsi domestik maupun internasional. Berbagai terobosan MASA dilakukan mulai upaya perbaikan marketing dan jalur distribusi, menambah modal melalui right issue sampai upaya mendongkrak brand awareness menjadi sponsor klub sepakbola terbesar dunia Manchester United.
Memahami Strategi Multistrada Arah Sarna Tbk. (MASA)

Berikut evaluasi bisnis MASA ditinjau dari indikator finansial dibandingkan perusahaan pesaing.
  1. COGS (Cost of Goods Sold) merupakan biaya yang diperlukan perusahaan untuk memproduksi barang. Sebagai contoh, komponen COGS produsen ban meliputi biaya pembelian bahan baku (karet, bahan kimia), listrik dan lainnya. Dengan menganalisa COGS dapat diketahui berapa besar biaya produksi. Apabila membandingkan COGS terhadap revenue dapat diketahui potensi keuntungan yang dihasilkan dari penjualan. Metode yang digunakan dengan menghitung gross margin. Berikut tabel gross margin MASA dibandingkan produsen ban lain diantaranya AUTO (Astra Otoparts Tbk.), GDYR (Goodyear Indonesia Tbk.) dan GJTL (Gajah Tunggal Tbk.).

    Perbandingan gross margin MASA Multistrada Arah Sarana (sumber ft.com, diolah)
    Terlihat bahwa rasio gross margin MASA paling besar, artinya margin keuntungan perusahaan relatif lebih besar dibandingkan dua pesaingnya.Rasio yang berturut-turut turun mulai 2007 dapat mengindikasikan MASA mulai mentransformasikan strategi customer oriented dengan menyesuaikan harga di pasaran.
     
  2. Rasio opex (operational expenditure). Laba operasional dihitung dari laba kotor setelah dikurangi  opex atau biaya operasional. Dalam laporan keuangan perusahaan, opex lebih dikenal dengan istilah SGA expense (selling, general & administration expense).

    Perbandingan rasio SGA (selling general administration expense) MASA Multistrada Arah Sarana, Tbk. (sumber ft.com, diolah)
    Rasio opex MASA dan AUTO cukup tinggi yang dapat diartikan saat ini perusahaan agresif melakukan terobosan bisnis sehingga memerlukan kenaikan biaya dari tahun ke tahun. Kontribusi  kenaikan opex terletak pada biaya marketing yaitu beban iklan, promosi, biaya ekspedisi, gaji dan kesejahteraan karyawan, pajak dan perizinan serta komisi usaha. .
Mengacu uraian diatasm diperoleh kesan bahwa MASA cukup potensial untuk bersaing baik dalam menghasilkan keuntungan maupun agresifitas dalam pemasaran. Selanjutnya kita lihat positioning MASA dibandingkan pesaingnya. Metode yang digunakan dengan analisa ROE.



Tinjauan ROE (Return On Equity). ROE merupakan rasio untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan dengan membandingkan laba bersih dengan ekuitas atau modal.
Perbandingan ROE (Return on Equity) MASA Multistrada Arah Sarana, Tbk. (sumber ft.com, diolah)
Estimasi ROE AUTO dan GJTL tahun 2012 cukup bagus sehingga hanya diperlukan 5 tahun untuk balik modal. Sedangkan MASA memiliki ROE cukup rendah, hal ini dipengaruhi  penurunan laba bersih serta kenaikan ekuitas perusahaan pasca right issue awal tahun 2012. Penurunan laba bersih disebabkan kenaikan biaya operasional diantaranya peningkatan beban marketing sebagaimana dijelaskan diatas serta rugi kurs. Dalam laporan keuangan MASA, tidak dijelaskan secara detail terkait rugi kurs ini, namun penulis menduga sebagaimana dijelaskan dalam artikel sebelumnya mengenai Identifikasi Risiko Bisnis MASA , rugi kurs disebabkan risiko perubahan kurs valuta asing. Pinjaman jangka panjang MASA dalam mata uang US$ sehingga setiap pelemahan nilai tukar rupiah terhadap US$ jumlah pelunasan hutang dan beban bunga menjadi semakin besar. Di pihak lain, mayoritas penjualan perseroan yang berasal dari ekspor dalam mata uang US$. Kedua hal ini mengakibatkan perseroan secara tidak langsung menerapkan perlindungan tehadap risiko perubahan nilai valuta asing (hedging).

Terdapat tiga komponen yang membentuk ROE yaitu aset turnover, equity multiplier dan net profit margin. Berdasarkan komponen ini dapat diidentifikasi positioning perusahaan dibanding pesaing pada industri yang sama. Selain itu dapat di cermati juga strategi bisnis perusahaan. Industri produsen ban ditandai dengan indikator profit margin yang cukup rendah. Hal ini selaras dengan sifat industri ban memenuhi kebutuhan retail. Persaingan industri ban sangat ketat sehingga strategi untuk mendapatkan ROE tinggi tidak dapat diimplementasikan dengan mengenakan harga premium kepada pelanggan, namun dapat disiasati dengan mengandalkan volume penjualan tinggi. Untuk menjelaskan hal ini digunakan indikator rasio aset turnover (AT).

Analisa aset turnover MASA Multistrada Arah Sarana, Tbk. (sumber ft.com, diolah)
Rasio ROE produsen ban yang rendah dapat diimbangi oleh tingginya asset turnover atau dengan kata lain semakin banyak ban terjual maka semakin besar keuntungan diperoleh. Kenaikan penjualan diperoleh dengan meningkatkan volume penjualan. Hal ini banyak dipengaruhi oleh kualitas produk ban, jaringan distribusi maupun insentif komisi kepada toko yang menjualkan produknya untuk meningkatkan loyalitas pedagang. Walaupun aset turnover MASA paling rendah dibandingkan pesaingnya, namun hal ini dapat dimengerti karena perusahaan dapat dikategirukan pemain baru dalam industri ban. Dapat dikatakan prospek MASA cukup bagus dimasa mendatang. Tahun 2013 dan kedepan seharusnya merupakan periode pembuktian MASA hasil atas strategi yang telah dilakukan ini.

Discalimer on.

Rabu, 23 Januari 2013

Identifikasi Risiko Bisnis MASA (Multistrada Arah Sarana Tbk.)

Risiko merupakan bagian tak terpisahkan dalam kegiatan operasional perusahaan yang berpengaruh pada kinerja dan revenue. Berikut ini beberapa risiko MASA (Multistrada Arah Sarana Tbk.) sebagai salah satu produsen ban asli dari Indonesia.

Identifikasi Risiko Bisnis MASA (Multistrada Arah Sarana Tbk.)
  1. Risiko bahan baku. Bahan baku merupakan biaya terbesar meliputi karet alam, karet sintetis, carbon black dan berbagai bahan kimia dari turunan minyak mentah. Biaya bahan baku sangat dipengaruhi fluktuasi harga minyak bumi mentah dan karet alam yang berpengaruh pada pendapatan perseroan.Untuk meminimalisir risiko ini, perseroan menerapkan strategi membeli bahan baku untuk jangka panjang dan memperluas jaringan pemasok. Untuk jangka panjang terkait ketersediaan bahan baku perseroan mengelola perkebunan karet sendiri. Perkebunan karet dikelola MASA melalui anak perusahaannya  PT Multistrada Agro Internasional. Perusahaan memiliki lahan konsesi IUPHHK-HTI seluas 33.800 hektar. Untuk pengembangan, perseroan telah mengalokasikan biaya investasi awal senilai 26 persen dari hasil right issue awal tahun 2012 sekitar Rp400 miliar. Perkebunan karet tersebut mulai ditanami pada 2012 dan mulai menghasilkan pada 2017. Strategi tersebut dimaksudkan untuk merealisasikan integrasi bisnis hulu dan hilir.
  2. Risiko perubahan kurs valuta asing. Pinjaman jangka panjang perseroan dalam dalam mata uang US$. Setiap pelemahan nilai tukar rupiah terhadap US$, maka jumlah pelunasan hutang dan beban bunga menjadi semakin besar. Di pihak lain, pada periode sebelumnya 75% penjualan perseroan berasal dari ekspor dalam mata uang US$. Kedua hal ini mengakibatkan perseroan secara tidak langsung telah menerapkan perlindungan tehadap risiko perubahan nilai valuta asing (hedging). Pelamahan nilai tukar Rupiah terhadap US$  berdampak signifikan terhadap beban biaya bunga. Utang MASA sampai September 2012 sekitar US$ 180 juta.
  3. Risiko persaingan usaha. Dengan adanya berbagai macam merek dan produsen ban di pasaran, maka persaingan uaha menjadi semakin ketat. Faktor yang harus dijaga meliputi harga, kualitas produk dan brand awareness. Strategi yang telah dilakukan yaitu berpromosi melalui penyelenggaraan kompetisi drift sampai menjadi mitra sponsor dengan klub sepak bola terkemuka Manchested United. Faktor lain yang perlu dipertimbangankan yaitu masuknya produsen ban internasional mulai fokus mengembangkan basis produksi di Indonesia baik untuk memenuhi pasar domestik maupun regional. Sebut saja Hankook Korea yang menambahkan investasinya di Indonesia sampai dengan tahun 2018 sampai dengan US$ 1,1 miliar. Selain itu, Pirelli Tyre SpA, Italia telah meninvestasikan dana sebesar US$ 120 juta bekerja sama dengan Astra Otoparts (AUTO).
  4. Risiko regulasi pemerintah. Kebijakan pemerintah terkait  ekspor, impor bahan baku atau barang jadi bepengaruh pada bisnis produsen ban secara umu. Sebagian komponen bahan baku merupakan impor dan penjualan bentuk ekspor, regulasi yang memberatkan impor dan ekspor dapat berpengaruh pada MASA seperti misalnya naiknya pajak dan sebagainya. Indonesia sebagai produsen karet terbesar dunia menjadi daya tarik tersendiri bagi produsen ban internasional untuk membangun basis produksi di Indonesia yang terlebih lagi dipicu oleh adanya pembatasan ekspor komoditas oleh pemerintah.
Dengan memahami risiko bisnis diatas, tentunya kita dapat melakukan proyeksi revenue MASA di masa mendatang sebagai dasar kita melakukan valuasi.